Sabtu, 09 November 2013

nilai -nilai pendidikan al'quran

Keyword : Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) nilai-nilai pendidikan akhlak apa yang terkandung dalam Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 (2) bagaimana pemahaman para mufassir mengenai kandungan Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 (3) implikasi nilai nilai pendidikan akhlak Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 terhadap pendidikan Islam.

Penelitian ini menggunakan Metode Riset perpustakaan (library research), dengan Tekhnik Analisis Deskriptif Kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode interpretatif yakni metode yang berperan untuk mencari kandungan nilal nilai pendidikan akhlak yang ada didalamnya hubungannya dengan pendidikan Islam. Metode tahlili yakni metode tafsir yang berusaha menguraikan al-Quran secara detail. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan fenomenologis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 adalah Perintah untuk tidak mencela orang lain karena boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik daripada yang menghina. Larangan untuk memanggil orang lain dengan panggilan yang menyakitkannya. Larangan untuk tidak menggunjing orang lain. Perintah untuk meninggalkan suudzann,mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjingnya. Para mufassir menjelaskannya bahwa Perintah untuk tidak mencela orang lain menurut al-Showi itu didasarkan boleh jadi orang yang dicela itu lebih baik disisi Allah. Sedangkan menurut Abi Abdillah bahwasannya antara mumin satu dengan yang lainnya adalah ibarat jisim yang satu,maka ketika seseorang mencela yang lain berarti dia juga telah mencela dirinya sendiri. Larangan untuk tidak memanggil orang lain dengan panggilan yang menyakitkan, menurut al-Showi manakala yang bersangkutan tidak merasa keberatan maka tidak masalah. Perintah untuk tidak menggunjing sebagaimana yang telah disampaikan oleh Abi Abdillah itu berkaitan dengan Salman al-Farisi sehabis makan kemudian ia tidur. Ghibah sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ghozali adalah membicarakan apa yang ada pada orang lain yang manakala yang bersangkutan itu mendengarnya maka ia marah. Perintah untuk tidak suudzann ini manakala ditujukan kepada sesama mumin,namun suudzan kepada orang kafir atau fasik itu dibolehkan manakala diperlukan.

Berdasarkan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Deskripsi Alternatif :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) nilai-nilai pendidikan akhlak apa yang terkandung dalam Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 (2) bagaimana pemahaman para mufassir mengenai kandungan Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 (3) implikasi nilai nilai pendidikan akhlak Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 terhadap pendidikan Islam.

Penelitian ini menggunakan Metode Riset perpustakaan (library research), dengan Tekhnik Analisis Deskriptif Kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode interpretatif yakni metode yang berperan untuk mencari kandungan nilal nilai pendidikan akhlak yang ada didalamnya hubungannya dengan pendidikan Islam. Metode tahlili yakni metode tafsir yang berusaha menguraikan al-Quran secara detail. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan fenomenologis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 adalah Perintah untuk tidak mencela orang lain karena boleh jadi orang yang dihina itu lebih baik daripada yang menghina. Larangan untuk memanggil orang lain dengan panggilan yang menyakitkannya. Larangan untuk tidak menggunjing orang lain. Perintah untuk meninggalkan suudzann,mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjingnya. Para mufassir menjelaskannya bahwa Perintah untuk tidak mencela orang lain menurut al-Showi itu didasarkan boleh jadi orang yang dicela itu lebih baik disisi Allah. Sedangkan menurut Abi Abdillah bahwasannya antara mumin satu dengan yang lainnya adalah ibarat jisim yang satu,maka ketika seseorang mencela yang lain berarti dia juga telah mencela dirinya sendiri. Larangan untuk tidak memanggil orang lain dengan panggilan yang menyakitkan, menurut al-Showi manakala yang bersangkutan tidak merasa keberatan maka tidak masalah. Perintah untuk tidak menggunjing sebagaimana yang telah disampaikan oleh Abi Abdillah itu berkaitan dengan Salman al-Farisi sehabis makan kemudian ia tidur. Ghibah sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ghozali adalah membicarakan apa yang ada pada orang lain yang manakala yang bersangkutan itu mendengarnya maka ia marah. Perintah untuk tidak suudzann ini manakala ditujukan kepada sesama mumin,namun suudzan kepada orang kafir atau fasik itu dibolehkan manakala diperlukan.

Berdasarkan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah